Pembantaian Dukun Santet: Kisah Ngeri yang Bikin Merinding
Banyuwangi, 1998 – Neraka di Bumi
Bayangin suasana desa yang tadinya adem ayem, tiba-tiba berubah jadi arena pertumpahan darah. Orang-orang teriak di tengah malam, obor menyala di setiap sudut kampung, dan siapa pun yang dicurigai sebagai dukun santet langsung diciduk tanpa ampun. Yang namanya logika? Udah nggak laku di sini. Pokoknya kalau ada yang dibilang dukun, langsung habis riwayatnya!
Salah satu saksi mata dari kekacauan ini adalah Satrio, seorang santri yang cuma pengen hidup tenang, ngaji, dan sesekali main ke warung buat beli gorengan. Tapi sayang, takdir berkata lain. Malam itu, empat gurunya dibantai tepat di depan matanya. Parahnya lagi, para pelakunya bukan sekadar orang biasa—mereka bertopeng hitam, datang kayak ninja, dan menghilang seperti hantu.
Bab 1: Lari atau Mati
Setelah melihat gurunya dihabisi, Satrio cuma punya satu pilihan: kabur atau nyawanya ikut melayang. Dengan jantung hampir copot, dia lari sekencang mungkin, menerobos kegelapan, nggak peduli ke mana kakinya membawanya. Tapi bukannya nemu tempat aman, dia malah sampai di rumah dan menemukan kenyataan yang lebih pahit—ayahnya sendiri juga jadi korban pembantaian!
Desanya udah berubah jadi neraka. Orang-orang yang dulu ramah, sekarang berubah jadi algojo. Nggak ada yang bisa dipercaya. Kecurigaan menyebar lebih cepat dari gosip murahan. Pokoknya, kalau ada orang sakit atau gagal panen, pasti ada yang dituduh sebagai dalangnya.
Bab 2: Siapa Mereka?
Satrio mulai kepikiran, siapa sebenarnya para pelaku ini? Kenapa mereka begitu terorganisir? Apa benar semua korban itu dukun santet? Atau ada dalang besar yang memanfaatkan situasi buat kepentingan tertentu?
Semakin dalam dia menyelidiki, semakin banyak misteri yang muncul. Ada yang bilang ini kerjaan orang dalam. Ada juga yang percaya kalau mereka ini kelompok bayangan yang sengaja menciptakan ketakutan biar bisa mengontrol masyarakat. Yang jelas, satu hal yang pasti: makin lama Satrio bertahan, makin besar juga kemungkinan dia bakal jadi korban selanjutnya.
Bab 3: Jejak Darah dan Teror Tanpa Wajah
Setiap malam ada korban baru. Setiap pagi, mayat ditemukan di selokan, di kebun, atau tergantung di pohon. Kejadian ini nggak masuk akal. Siapa pun bisa jadi korban. Yang lebih mengerikan, orang-orang di desa mulai kehilangan akal sehat. Mereka menuduh tetangga sendiri, saudara sendiri, bahkan orang yang baru kemarin ngobrol bareng di warung kopi.
Satrio mulai menyadari bahwa ini bukan sekadar ketakutan massal—ada tangan-tangan tersembunyi yang bermain di balik layar. Ada seseorang yang mengompori orang-orang untuk melakukan pembantaian ini. Tapi siapa?
Bab 4: Perlawanan Terakhir
Di tengah kepanikan, Satrio sadar dia nggak bisa terus kabur. Kalau semua orang diem aja, ini bakal terus terjadi. Dengan keberanian yang sisa sedikit (karena ya, siapa sih yang nggak takut?), dia mulai mencari orang-orang yang masih bisa dia percaya. Mereka harus menghentikan ini sebelum semuanya terlambat.
Tapi masalahnya, siapa yang bisa dipercaya? Bahkan teman sendiri pun bisa jadi penghianat kalau udah dicekoki ketakutan.
Saat mulai mengumpulkan informasi, dia menemukan fakta mengejutkan: orang-orang bertopeng itu bukan warga biasa. Mereka punya cara kerja yang terlalu rapi, terlalu cepat. Ini bukan sekadar amukan massa—ini eksekusi terencana.
Bab 5: Neraka yang Belum Berakhir
Semakin mendekati jawaban, Satrio justru makin terseret ke dalam pusaran teror yang lebih besar. Dia tahu terlalu banyak. Dan yang tahu terlalu banyak? Biasanya nggak bakal hidup lama. Kini pertanyaannya: apakah dia bisa keluar dari neraka ini dengan selamat, atau malah jadi korban berikutnya?
Suatu malam, ketika dia mencoba melarikan diri dari desa, dia dikejar oleh sosok-sosok bertopeng itu. Dengan napas tersengal dan kaki gemetar, dia bersembunyi di dalam hutan. Tapi hutan pun tidak aman. Dia bisa mendengar langkah kaki mendekat. Dia bisa mendengar bisikan-bisikan aneh di sekelilingnya.
Dan kemudian, semuanya menjadi gelap.
Kesimpulan: Siap Menghadapi Kengerian Ini?
"Pembantaian Dukun Santet" bukan sekadar film horor biasa. Ini adalah kisah nyata yang dikemas dengan ketegangan, misteri, dan sedikit sentuhan supranatural. Film ini bukan cuma buat yang suka jumpscare, tapi juga buat mereka yang penasaran sama sisi gelap sejarah Indonesia.
Jadi, siapkah kalian menyaksikan horor yang satu ini?
0 Komentar